Istighatsah adalah memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya, untuk
sebagian kelompok muslimin hal ini langsung di vonis syirik, namun vonis mereka itu
hanyalah karena kedangkalan pemahamannya terhadap Syariah Islam. Pada hakekatnya
memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya adalah hal yang diperbolehkan
selama ia seorang Muslim, Mukmin, Shalih dan diyakini mempunyai manzilah di sisi Allah
swt, tak pula terikat ia masih hidup atau telah wafat, karena bila seseorang mengatakan
ada perbedaan dalam kehidupan dan kematian atas manfaat dan mudharrat maka justru
dirisaukan ia dalam kemusyrikan yang nyata, karena seluruh manfaat dan mudharrat berasal
dari Allah swt. Maka kehidupan dan kematian tak bisa membuat batas dari manfaat dan
mudharrat kecuali dengan izin Allah swt, ketika seseorang berkata bahwa orang mati tak
bisa memberi manfaat, dan orang hidup bisa memberi manfaat, maka ia dirisaukan telah
jatuh dalam kekufuran karena menganggap kehidupan adalah sumber manfaat dan kematian
adalah mustahilnya manfaat, padahal manfaat dan mudharrat itu dari Allah, dan kekuasaan
Allah tidak bisa dibatasi dengan kehidupan atau kematian.
Sama saja ketika seorang berkata bahwa hanya dokterlah yang bisa menyembuhkan dan tak
mungkin kesembuhan datang dari selain dokter, maka ia telah membatasi Kodrat Allah swt
untuk memberikan kesembuhan, yang bisa saja lewat dokter, namun tak mustahil dari petani,
atau bahkan sembuh dengan sendirinya.
Terkadang kita tak menyadari bahwa kita lebih banyak mengambil manfaat dalam kehidupan
ini dari mereka yang telah mati daripada yang masih hidup, sungguh peradaban manusia,
tuntunan ibadah, tuntunan kehidupan, modernisasi dan lain sebagainya. Kesemua para
pelopornya telah wafat, dan kita masih terus mengambil manfaat dari mereka, muslim dan
non muslim, seperti teori Einstein dan teori – teori lainnya, kita masih mengambil manfaat
dari yang mati hingga kini, dari ilmu mereka, dari kekuatan mereka, dari jabatan mereka, dari
perjuangan mereka, Cuma bedanya kalau mereka ini kita ambil manfaatnya berupa ilmunya,
namun para shalihin, para wali dan muqarrabin kita mengambil manfaat dari imannya dan
amal shalihnya, dan ketaatannya kepada Allah.
Rasul saw memperbolehkan Istighatsah, sebagaimana hadits beliau saw : “Sungguh matahari
mendekat di hari kiamat hingga keringat sampai setengah telinga, dan sementara mereka
dalam keadaan itu mereka ber-istighatsah (memanggil nama untuk minta tolong) kepada
Adam, lalu mereka ber-istighatsah kepada Musa, Isa, dan kesemuanya tak mampu
berbuat apa - apa, lalu mereka ber-istighatsah kepada Muhammad saw” (Shahih Bukhari
hadits No.1405), juga banyak terdapat hadits serupa pada Shahih Muslim hadits No.194,
Shahih Bukhari hadits No.3162, 3182, 4435, dan banyak lagi hadist - hadits shahih yang
Rasul saw menunjukkan ummat manusia ber-istighatsah pada para Nabi dan Rasul. Bahkan
riwayat Shahih Bukhari dijelaskan bahwa mereka berkata pada Adam, Wahai Adam, sungguh
engkau adalah ayah dari semua manusia.. dst.. dst...dan Adam as berkata : “Diriku..diriku..,
pergilah pada selainku.., hingga akhirnya mereka ber-istighatsah memanggil – manggil
kenalilah akidahmu 2 77
Muhammad saw, dan Nabi saw sendiri yang menceritakan ini, dan menunjukkan beliau tak
mengharamkan istighatsah.
Maka hadits ini jelas – jelas merupakan rujukan bagi istighatsah, bahwa Rasul saw menceritakan
orang – orang ber-istighatsah kepada manusia, dan Rasul saw tak mengatakannya syirik,
namun jelaslah istighatsah di hari kiamat ternyata hanya untuk Sayyidina Muhammad saw.
Demikian pula diriwayatkan bahwa dihadapan Ibn Abbas ra ada seorang yang keram kakinya,
lalu berkata Ibn Abbas ra : “Sebut nama orang yg paling kau cintai..!”, maka berkata orang
itu dengan suara keras.. : “Muhammad..!”, maka dalam sekejap hilanglah sakit keramnya
(diriwayatkan oleh Imam Hakim, Ibn Sunniy, dan diriwayatkan oleh Imam Tabrani dengan
sanad hasan) dan riwayat ini pun diriwayatkan oleh Imam Nawawi pada Al Adzkar.
Jelaslah sudah bahwa riwayat ini justru bukan mengatakan musyrik pada orang yang
memanggil nama seseorang saat dalam keadaan tersulitkan, justru Ibn Abbas ra yang
mengajari hal ini.
Kita bisa melihat kejadian Tsunami di Aceh beberapa tahun yang silam, bagaimana air laut
yang setinggi 30 meter dengan kecepatan 300 km dan kekuatannya ratusan juta ton, mereka
tak menyentuh masjid tua dan makam makam shalihin, hingga mereka yang lari ke makam
shalihin selamat. Inilah bukti bahwa istighatsah dikehendaki oleh Allah swt, karena kalau
tidak lalu mengapa Allah jadikan di makam – makam shalihin itu terdapat benteng yang tak
terlihat membentengi air bah itu, yang itu sebagai isyarat Illahi bahwa demikianlah Allah
memuliakan tubuh yang taat pada-Nya swt, tubuh – tubuh tak bernyawa itu Allah jadikan
benteng untuk mereka yang hidup.., tubuh yang tak bernyawa itu Allah jadikan sumber
Rahmat dan Perlindungan-Nya swt kepada mereka mereka yang berlindung dan lari ke
makam mereka.
Kesimpulannya : mereka yang lari berlindung pada hamba – hamba Allah yang shalih
mereka selamat, mereka yang lari ke masjid – masjid tua yang bekas tempat sujudnya orang
– orang shalih maka mereka selamat, mereka yang lari dengan mobilnya tidak selamat,
mereka yang lari mencari tim SAR tidak selamat..
Pertanyaannya adalah : kenapa Allah jadikan makam sebagai perantara perlindungan-Nya
swt? kenapa bukan orang yang hidup? kenapa bukan gunung? kenapa bukan perumahan?.
Jawabannya bahwa Allah mengajari penduduk bumi ini beristighatsah pada shalihin.
Walillahittaufiq
sebagian kelompok muslimin hal ini langsung di vonis syirik, namun vonis mereka itu
hanyalah karena kedangkalan pemahamannya terhadap Syariah Islam. Pada hakekatnya
memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya adalah hal yang diperbolehkan
selama ia seorang Muslim, Mukmin, Shalih dan diyakini mempunyai manzilah di sisi Allah
swt, tak pula terikat ia masih hidup atau telah wafat, karena bila seseorang mengatakan
ada perbedaan dalam kehidupan dan kematian atas manfaat dan mudharrat maka justru
dirisaukan ia dalam kemusyrikan yang nyata, karena seluruh manfaat dan mudharrat berasal
dari Allah swt. Maka kehidupan dan kematian tak bisa membuat batas dari manfaat dan
mudharrat kecuali dengan izin Allah swt, ketika seseorang berkata bahwa orang mati tak
bisa memberi manfaat, dan orang hidup bisa memberi manfaat, maka ia dirisaukan telah
jatuh dalam kekufuran karena menganggap kehidupan adalah sumber manfaat dan kematian
adalah mustahilnya manfaat, padahal manfaat dan mudharrat itu dari Allah, dan kekuasaan
Allah tidak bisa dibatasi dengan kehidupan atau kematian.
Sama saja ketika seorang berkata bahwa hanya dokterlah yang bisa menyembuhkan dan tak
mungkin kesembuhan datang dari selain dokter, maka ia telah membatasi Kodrat Allah swt
untuk memberikan kesembuhan, yang bisa saja lewat dokter, namun tak mustahil dari petani,
atau bahkan sembuh dengan sendirinya.
Terkadang kita tak menyadari bahwa kita lebih banyak mengambil manfaat dalam kehidupan
ini dari mereka yang telah mati daripada yang masih hidup, sungguh peradaban manusia,
tuntunan ibadah, tuntunan kehidupan, modernisasi dan lain sebagainya. Kesemua para
pelopornya telah wafat, dan kita masih terus mengambil manfaat dari mereka, muslim dan
non muslim, seperti teori Einstein dan teori – teori lainnya, kita masih mengambil manfaat
dari yang mati hingga kini, dari ilmu mereka, dari kekuatan mereka, dari jabatan mereka, dari
perjuangan mereka, Cuma bedanya kalau mereka ini kita ambil manfaatnya berupa ilmunya,
namun para shalihin, para wali dan muqarrabin kita mengambil manfaat dari imannya dan
amal shalihnya, dan ketaatannya kepada Allah.
Rasul saw memperbolehkan Istighatsah, sebagaimana hadits beliau saw : “Sungguh matahari
mendekat di hari kiamat hingga keringat sampai setengah telinga, dan sementara mereka
dalam keadaan itu mereka ber-istighatsah (memanggil nama untuk minta tolong) kepada
Adam, lalu mereka ber-istighatsah kepada Musa, Isa, dan kesemuanya tak mampu
berbuat apa - apa, lalu mereka ber-istighatsah kepada Muhammad saw” (Shahih Bukhari
hadits No.1405), juga banyak terdapat hadits serupa pada Shahih Muslim hadits No.194,
Shahih Bukhari hadits No.3162, 3182, 4435, dan banyak lagi hadist - hadits shahih yang
Rasul saw menunjukkan ummat manusia ber-istighatsah pada para Nabi dan Rasul. Bahkan
riwayat Shahih Bukhari dijelaskan bahwa mereka berkata pada Adam, Wahai Adam, sungguh
engkau adalah ayah dari semua manusia.. dst.. dst...dan Adam as berkata : “Diriku..diriku..,
pergilah pada selainku.., hingga akhirnya mereka ber-istighatsah memanggil – manggil
kenalilah akidahmu 2 77
Muhammad saw, dan Nabi saw sendiri yang menceritakan ini, dan menunjukkan beliau tak
mengharamkan istighatsah.
Maka hadits ini jelas – jelas merupakan rujukan bagi istighatsah, bahwa Rasul saw menceritakan
orang – orang ber-istighatsah kepada manusia, dan Rasul saw tak mengatakannya syirik,
namun jelaslah istighatsah di hari kiamat ternyata hanya untuk Sayyidina Muhammad saw.
Demikian pula diriwayatkan bahwa dihadapan Ibn Abbas ra ada seorang yang keram kakinya,
lalu berkata Ibn Abbas ra : “Sebut nama orang yg paling kau cintai..!”, maka berkata orang
itu dengan suara keras.. : “Muhammad..!”, maka dalam sekejap hilanglah sakit keramnya
(diriwayatkan oleh Imam Hakim, Ibn Sunniy, dan diriwayatkan oleh Imam Tabrani dengan
sanad hasan) dan riwayat ini pun diriwayatkan oleh Imam Nawawi pada Al Adzkar.
Jelaslah sudah bahwa riwayat ini justru bukan mengatakan musyrik pada orang yang
memanggil nama seseorang saat dalam keadaan tersulitkan, justru Ibn Abbas ra yang
mengajari hal ini.
Kita bisa melihat kejadian Tsunami di Aceh beberapa tahun yang silam, bagaimana air laut
yang setinggi 30 meter dengan kecepatan 300 km dan kekuatannya ratusan juta ton, mereka
tak menyentuh masjid tua dan makam makam shalihin, hingga mereka yang lari ke makam
shalihin selamat. Inilah bukti bahwa istighatsah dikehendaki oleh Allah swt, karena kalau
tidak lalu mengapa Allah jadikan di makam – makam shalihin itu terdapat benteng yang tak
terlihat membentengi air bah itu, yang itu sebagai isyarat Illahi bahwa demikianlah Allah
memuliakan tubuh yang taat pada-Nya swt, tubuh – tubuh tak bernyawa itu Allah jadikan
benteng untuk mereka yang hidup.., tubuh yang tak bernyawa itu Allah jadikan sumber
Rahmat dan Perlindungan-Nya swt kepada mereka mereka yang berlindung dan lari ke
makam mereka.
Kesimpulannya : mereka yang lari berlindung pada hamba – hamba Allah yang shalih
mereka selamat, mereka yang lari ke masjid – masjid tua yang bekas tempat sujudnya orang
– orang shalih maka mereka selamat, mereka yang lari dengan mobilnya tidak selamat,
mereka yang lari mencari tim SAR tidak selamat..
Pertanyaannya adalah : kenapa Allah jadikan makam sebagai perantara perlindungan-Nya
swt? kenapa bukan orang yang hidup? kenapa bukan gunung? kenapa bukan perumahan?.
Jawabannya bahwa Allah mengajari penduduk bumi ini beristighatsah pada shalihin.
Walillahittaufiq
kenalilah akidahmu_2 Habib Mundzir al Musawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar